![]() |
| Ilustrasi – Jubi/IST. |
Ketika berbicara Otonomi
Khusus, pemikiran orang pada umumnya langsung memikirkan uang yang datang dari
pusat dalam jumlah besar ke daerah otonomi. Itu adalah stigma yang berkembang
di Papua pada umumnya. Pemahaman akan Otsus yang minim membuat Papua tidak
mengunakan hak otonomi-nya dengan maksimal dan benar.
Secara
etimologi, Otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang artinya sendiri, dan
nomos yang berarti hukuman atau aturan, jadi pengertian otonomi adalah
pengundangan sendiri (Danuredjo, 1979). Menurut Koesoemahatmadja (1979: 9),
Otonomi adalah Perundangan Sendiri, lebih lanjut mengemukakan bahwa menurut
perkembangan sejarahnya di Indonesia, otonomi selain memiliki pengertian
sebagai perundangan sendiri, juga mengandung pengertian "pemerintahan"
(bestuur) Wayong (1979: 16), menjabarkan pengertian otonomi sebagai kebebasan
untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus daerah, dengan keuangan
sendiri, menentukan hukuman sendiri, dan pemerintahan sendiri. Syarif Saleh
(1963) menjelaskan bahwa otonomi ialah hak mengatur dan mmerintah sendiri, hak
mana diperoleh dari pemerintah pusat. Otonomi, menurut Ateng Syafruddin (1985:
23) adalah kebebasan dan kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang
terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus
dipertanggungjawabkan.
Artinya, Papua memiliki hak khusus yang lebih dari sekedar dana itu.
Namun
sayangnya, Papua hanya memiliki dana Otsus saja. Jika Papua mengunakan hak
otonomi-nya dengan maksimal, keadaan pemerintahan Papua semestinya bisa seperti
Aceh.
Aceh
memiliki banyak peraturan khusus yang berlaku hanya di Aceh sementara tidak di
provinsi lain di Indonesia, misalnya di Aceh berlaku Syariat Islam, kemudian
migrasi ke Aceh juga sangat ketat. Hal-hal tersebut berbeda dengan Papua.
![]() |
| banjir penduduk, foto migrasi di Manokwari, Papua Barat. |
Di Papua migrasi-nya liar dan tak terkontrol.
Sejauh ini, Papua hanya memiliki Dana OTSUS dan nyatanya segala hak dan kewenangan Otonomi Khusus itu tidak dimanfaatkan, akibatnya masih banyak rakyat Papua menderita dan hak-hak asasi-nya tidak terpenuhi atau dilanggar.
Provinsi
palig timur Indonesia ini tidak mampu menjamin kehidupan masyarakat asli Papua.
Orang Papua semakin hari semakin sedikit dan menjadi minoritas di atas tanah
sendiri, ekonomi Papua juga tidak stabil, masih banyak orang yang mengandalkan
pemerintahan sebagai sumber uang, pemerataan pendidikan dan kualitasnya pun
tidak berjalan.
Namun disisi lain, kita pahami bahwa ada skenario negara dibalik proyek OTSUS ini. OTSUS, opss salah! Dana OTSUS ini diberikan pusat sebagai alat untuk meredam permintaan kemerdekaan rakyat Papua dan Papua Barat, hak dan kewenangan otonomi hanyalah gagasan, dalam pelaksanaannya, pusat masih memegang kontrol penuh atas Papua
Jika demikian, salah siapa? Tentunya kesalahan pemerintah Papua sendiri. Jika pemerintah segera menyadari hal ini dan berbenah diri, pasti nasib Papua menjadi lebih baik. JIka Papua memaksimalkan pengunaan hak dan kewenangan otonomi khususnya demi hak-hak rakyat Papua, pasti orang Papua tidak akan menjadi minoritas di tanah sendiri, pasti pelanggaran HAM di Papua tuntas, pasti kebebasan pers terjamin, pasti kualitas pendidikan naik, pasti mutu layanan kesehatan bertumbuh, dan yang pastinya Papua damai.
Jika demikian, salah siapa? Tentunya kesalahan pemerintah Papua sendiri. Jika pemerintah segera menyadari hal ini dan berbenah diri, pasti nasib Papua menjadi lebih baik. JIka Papua memaksimalkan pengunaan hak dan kewenangan otonomi khususnya demi hak-hak rakyat Papua, pasti orang Papua tidak akan menjadi minoritas di tanah sendiri, pasti pelanggaran HAM di Papua tuntas, pasti kebebasan pers terjamin, pasti kualitas pendidikan naik, pasti mutu layanan kesehatan bertumbuh, dan yang pastinya Papua damai.


