Pemuda difoto di Dugindoga saat membawa garam yang dibarter di Wandae Kemandoga (sumber : Leiden University Library)
Pdt. Elopere bercerita bahwa di kampung halamannya dahulu ketika matahari terbenam dan langit menjadi merah, mereka mengatakan bahwa langit memerah karena orang Moni sedang membakar garam.
Biasanya beberapa orang-orang kuat diutus ke barat membawa babi atau kulit bia untuk barter dengan garam. Mereka ke Kemandoga tepatnya di garam Moekumu Wandai. Setelah mendapat garam, ketika mereka kembali ke kampung mereka, orang-orang antusias, bahkan lebih antusias dari acara bakar batu babi.
Mereka mengumbulkan sayur, ubi atau ketimun kemudian garam dipecah-pecah dan dibagikan supaya semua merasakan nikmatnya garam itu. Kemudian yang lain dipakai masak makanan.
Dalam deskripsi dikatakan bahwa adalah orang Dani mendiami wilayah Dugindoga dan Kemandoga, tetapi yang dimaksud adalah suku Moni. Suku Dani mendapat perhatian karena pada tahun 1920an ekspedisi difokuskan di lembah Baliem. Penulis juga menuliskan nama tempat yang jelas bahasa Moni, misalnya sungai Moiaboe atau Koemoe /kumu dan nama tempat Zai / Jae.
Dalam deskripsi gambar dijelaskan bahwa garam itu dibuat di Zai dekat sungai Moiaboe dan diproses dan dibuat menjadi Koemoe.
Tags:
SEJARAH