6 SEBAB-SEBAB KETERBELAKANGAN PAPUA

Tambang Emas Freeport
Ketika meneruskan kuliah di pulau Jawa, pihak-pihak akademisi dan agamawan sering menasehati kita mahasiswa Papua untuk belajar dengan baik supaya kelak dapat pulang membangun Papua menjadi lebih baik.

Keterbelakangan Papua bukanlah informasi baru di Indonesia, berbicara Papua selalu identic dengan kekayaan alam, kemiskinan dan keterbelakangan penduduknya. 

Bukanlah hal aneh, tetapi adalah kewajaran karena masih banyak  hal-hal yang belum dibenahi. Hal-hal tersebut sangat sederhana tetapi tidak disadari oleh banyak pihak.
Berikut ini 6 hal yang menyebabkan Papua masih menjadi daerah yang terbelakang di Indonesia: 
1. Listrik Dan Teknologi Informasi Yang Tidak Memadai

Moderenisasi manusia dimulai dengan adanya listrik. Tanpa listrik, seseorang berada 400 tahun kebelakang. Listrik sangat bermanfaat dalam mendukung perkembangan peradaban manusia.

PLTA

Sayangnya di Papua listrik masih merupakan hal mahal dan sulit untuk didapatkan. Dibeberapa kota yang sudah dilayani PLN masih sering terjadi pemadaman bergiliran yang tentunya menyebabkan produktivitas penduduk menjadi turun.

Di Papua sendiri masih mengandalkan tenaga diesel, tapi itu akan selalu boros memakan biaya besar, akan lebih baik jika dibangun pembangkit listrik tenaga air

2. Budaya Membaca Buku Tak Dikenal

 
Membaca buku adalah cara paling tepat untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik dan bijaksana. Kurangnya budaya membaca buku dan minimnya buku-buku yang tersedia juga menjadi faktor yang memperlambat kemajuan Papua. Semua pembelajaran yang memajukan manusia dapat ditemukan di dalam buku-buku yang tersedia, namun jika intensitas membaca buku sangat rendah bahkan tidak ada; akan sangat berbahaya bagi kemajuan suatu daerah.
Walaupun dana yang dialirkan untuk bidang pendidikan sangat tinggi tetapi dana tersebut tidak pernah dipakai dengan baik untuk kemajuan pendidikannya. Kesadaran akan pentingnya membaca harus ada di dalam diri orang Papua sendiri.

Buku-buku terbaik di dunia sebaiknya disebarluaskan di Papua 

3. Jumlah Dan Kualitas Perguruan Tinggi Yang Masih Rendah

 
Peran kampus sungguh luar biasa di kalangan masyarakat, bila kualitas kampus baik, tentu dampak yang diberikan oleh mahasiswa pun baik, tetapi jika sebaliknya, maka dampak buruklah yang akan didapatkan.


Apapun pola dan kehidupan di kampus yang diterapkan, akan juga diterapkan di dalam masyarakat. Keberadaan kampus diharapkan untuk menjadi wadah yang mampu menjadikan mahasiswa lebih berkualitas dan berkompeten.
Tetapi sayangnya, jumlah dan kualitas perguruan tinggi di Papua masih rendah, hal ini tetap  berdampak terhadapap kehidupan masyarakat, tetapi bukan dampak positif.

4. Primordialisme atau Kesukuan

 
Ketika berada di tanah rantau, orang Papua biasanya bersatu karena kesamaan asal (tanah Papua), ketika kembali ke tanah Papua, orang Papua menjadi cenderung untuk bersatu dengan orang Papua lainnya yang berasal dari suku atau kabupaten yang sama. Ketika kembali ke lingkungan suku, orang Papua mulai memilih-milih marga/pam yang dekat dengan keluarga. Ketika berada dalam lingkungan orang Papua yang se-marga, ia mulai berancak mencari siapa yang menguntungkan dirinya.
Intinya adalah primordalisme atau kesukuan sangat berbahaya bagi keberlangsungan kesatuan orang Papua. Banyak sekali masalah yang disebabkan oleh sifat kesukuan ini, misalnya nepotisme, perang suku, iri benci dan saling menghabisi, perkelaian, pandang bulu dalam memberi beasiswa yang sebenarnya ditujukan untuk seluruh rakyat Papua.

Primordalisme berdampak pada keterlantarnya orang-orang Papua yang berpotensi dan berkualitas, sementara yang buruk dipilih karena memilih hubungan kekerabatan.

Dampak terburuk dari kesukuan adalah sifat manusia yang rakus dan ingin untung atau menang sendiri. Andaikan sifat Primordalisme dikontrol, tentu tidak ada yang namanya perang suku, tawuran kampung, pemilu kotor, dan keterbelakangan akan segera teratasi. 

5. Sistem Pendidikan Yang Cenderung Menambah Pengetahuan Tanpa Mengajarkan Hikmat dan Kebijaksanaan

 
Kemanusiaan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan adalah sila ke-empat dari Dasar negara Indonesia; Pancasila.

Cita-cita untuk dipimpin dengan hikmat dan kebijaksanaan adalah hal yang mulia, tetapi untuk menghasilkan pemimpin yang berhikmat dan bijak haruslah melalui pendidikan dan melalui pengalaman hidup juga. Pendidikan yang cenderung mengajarkan hanya pengetahuan akan menjadikan pemimpin-pemimpin yang bergerak dengan naluri dan keinginan hati semata.

Itulah sebabnya alangkah baiknya jika ilmu-ilmu pemikiran seperti filsafat harus diajarkan di sekolah-sekolah. Sekolah dan universitas harus mampu menghasilkan manusia yang melakukan sesuatu karena manfaat.

6. Situasi Politik

 
Sejak Papua dianeksasi kedalam NKRI, nama Papua sudah tercium bau politik, bahkan sampai-sampai pengunaan nama Papua diganti dengan Irian Jaya.

Sampai sekarang ini, setiap anak muda Papua yang menjadi mahasiswa semakin hari semakin mengenal sejarah bangsanya. Pempelajaran sejarah dan pelanggaran ham yang dilakukan Indonesia membangkitkan amarah dalam diri mereka. Tentu saja hal tersebut turut mengubah visi hidup mereka, cita-cita mereka menjadi bersyarat” jika Papua merdeka”
Papua merdeka adalah cita-cita utama generasi muda Papua sekarang ini. Ini akan berimpak pada kehidupan social politik Papua. Sementara anak-anak muda dari provinsi lain Indonesia berjuang untuk cita-cita pribadi, anak-anak muda Papua justru memprioritaskan cita-cita kemerdekaan Papua.
Berenang sambil minum air. Berjuanglah untuk hak-mu tetapi imbangi juga dengan belajar agar perjuanganmu dapat dipertanggungjawabkan.

6 hal diatas adalah masalah-masalah pokok penyebab keterbelakangan negeri Papua, jika 6 hal ini ditanggapi dan diatasi, kemajuan pasti dicapai di tanah Papua.

Post a Comment

Previous Post Next Post