Sebuah buku berjudul “
The Jewish Slave”, ditulis oleh seorang rabbi ortodoks di Belanda, sekali lagi
menyoroti peran yang dimainkan oleh ekstremis Yahudi dalam perdagangan budak
Afrika.
Menurut sebuah laporan Jewish
Telegraphic Agency (JTA) dan Jewish Journal, buku ini akan "mengingatkan
orang-orang Yahudi Belanda mengenai keterlibatan mendalam nenek moyang
mereka dalam perdagangan budak."
Ditulis oleh Rabbi Lody
van de Kamp, buku itu dipicu oleh kontroversi yang sedang berlangsung atas
tradisi natal Belanda yang dikenal sebagai "Zwarte Piet" (Black Pete)
-sebuah karakter nakal yang mendambingi Bapa Natal Belanda sebagai asistennya .
![]() |
| Zwarte Piet" (Black Pete) |
Meskipun Zwarte Piet
sebenarnya merupakan karakter dengan wajah hitam yang merupakan akibat dari
kerja di tambang batubara, aktivis kulit hitam di Belanda telah mengklaim bahwa
dalam kenyataannya Zwarte Piet adalah
parodi ras orang kulit hitam .
Meskipun demikian, Rabbi
Van de Kamp telah mendukung percepatan menyerukan penghapusan Zwarte Piet, dan
pada saat yang sama, terungkap bahwa komunitas Yahudi Belanda juga memiliki
tradisi Zwarte Piet sendiri, yang disebut "Hanukklaas."
Rabbi Van de Kamp
mengkritik tradisi Zwarte Piet dalam Republiek Allochtonie, situs web
berita-dan-opini kulit hitam yang berbasis di Belanda.
"Berbicara menentang
Black Pete adalah bagian dari misi sosial saya, upaya yang meluas ke
mengingatkan orang-orang Yahudi Belanda mengenai keterlibatan mendalam
nenek moyang mereka dalam perdagangan budak," lanjutnya.
Mengacu pada buku barunya
tentang peran Yahudi dalam perdagangan budak Afrika, Rabbi van der Kamp
mengatakan bahwa "Uang itu diperoleh oleh komunitas Yahudi di Amerika
Selatan, sebagian melalui perbudakan, dan kembali ke Belanda, di mana bankir
Yahudi menanganinya."
Dalam penelitian buku
tersebut, Rabbi Van de Kamp mengatakan ia menemukan data yang mengejutkannya.
"Dalam salah satu
wilayah yang disebut Dutch Guyana, 40 perkebunan milik Yahudi yang ini
menampung penduduk total minimal 5.000 budak," katanya.
"Dikenal sebagai
Jodensavanne, atau Savannah Yahudi, daerah tersebut memiliki komunitas Yahudi
beberapa ratus sebelum kehancuran dalam pemberontakan budak pada tahun 1832.
Hampir semua dari mereka berimigrasi ke Belanda, membawa kekayaan yang
dikumpulkan dengan mereka.
Menurut penelitian, di
pulau Karibia Curacao, Yahudi Belanda telah mencatat penjualan kembali setidaknya 15.000 budak oleh
pedagang transatlantik Belanda, menurut Seymour Drescher, seorang sejarawan di
University of Pittsburgh
Yahudi begitu berpengaruh
pada orang Belanda, lelang budak yang dijadwalkan berlangsung hari libur Yahudi
sering ditunda, menurut Marc Lee Raphael, seorang profesor studi Yahudi di
College of William & Mary.
Namun karena menguasai
media dan ekonomi, hal ini disembunyikan oleh penguasa-penguasa Yahudi sampai
sekarang ini.
Dr David Duke telah
membahas tentang masalah keterlibatan Yahudi dalam perdagangan budak
Trans-Atlantik dalam dua video dibawah ini.
Video dibawah berbahasa inggris, jika Anda ingin mengunakan subtitle Indonesi, klik disini caranya.
dan
source external : http://davidduke.com/jewish-role-african-slave-trade-highlighted-new-dutch-jewish-book/
Video dibawah berbahasa inggris, jika Anda ingin mengunakan subtitle Indonesi, klik disini caranya.



